Pelajaran 1 – Tepat Waktu
Tepat Waktu. Itulah pelajaran pertama
yang saya dapatkan ketika berkunjung ke Jepang. Setiba saya di Kansai
International Airport lalu membeli paket tiket Kansai Thru Pass dan bergegas
menuju kereta, tepatnya menggunakan Nankai Train (yg murah.. haha) Saya
mendapati penjadwalan kereta benar-benar luarbiasa. Tepat waktu. Dan membuat
penumpang nyaman dan tak takut ketinggalan kereta. Jadwal bisa diakses melalui
internet sehingga kita bisa menentukan waktu tercepat dan tepat menuju ke tempat
tujuan.
Diluar itu memang secara umum masyarakat
Jepang sangat ketat dalam mengatur waktunya, hal ini terlihat dari teman-teman
mahasiswa kedokteran Jepang yang selalu hadir lebih awal dari waktu yang
disepakati. Jika sepakat akan bertemu jam 12, mungkin orang Jepang sudah siap
jam 11.40. Menurut mereka terlambat mendatangi pertemuan akan menurunkan
kehormatan mereka, sehingga mereka lebih memilih menunggu dari pada hal itu
terjadi.
(jujur saya belum bisa benar-benar
menerapkannya... bagaimana dengan teman-teman?.. semoga kedepan kita bisa terus
memperbaiki diri…amin)
Pelajaran 2 – Sopan Santun Saling Tolong
Menolong Menghormati
Pernahkah Anda tersesat di Negeri orang?
Hmm.. Saya mengalami nya ketika berada di Kobe. Tujuan saya hanya satu di Kobe
ini, Saya ingin melihat Masjid Tertua di Jepang yaitu Masjid Muslim Kobe.
Ketika tersesat saya akhirnya bertanya pada orang disekeliling saya. Saya
bertanya pada seorang polisi. Saya tunjukan alamat yang saya tuju. Oiya,
kebanyakan orang Jepang tidak bisa berbahasa Inggris..jadi dengan bahasa
isyarat dan peta saya menanyakannya. Akhirnya dengan antusias Pak Polisi ini
menjelaskan, sampai-sampai dia mengantarkan saya menuju ke lokasi nya. Luar
biasa gak? Saya sih belum pernah nanya ke orang di Indonesia terus dianterin
gitu. Haha…
Hal lainnya adalah ketika orang yang
kita Tanya tidak tahu maka dengan sangat memohon maaf sambil membungkukan badan
pada kita dia berkata “Sumimasen..” Kayaknya ni kata sering banget saya dengar
di Jepang, sakti betul kata Sumimasen ini.
Pelajaran 3 - Pantang Menyerah (Melewati Hiroshima Station)
Pelajaran 3 - Pantang Menyerah (Melewati Hiroshima Station)
Ketika Saya mengunjungi pasien korban
Atomic Bomb Hiroshima (atau sebutannya adalah Hibakusha) Saya mendapatkan
kesempatan untuk mendengarkan kisah seorang nenek berusia 90 tahun ketika Bomb
Hiroshima meledak beberapa ratus meter dihadapannya. Baruntung dia selamat
karena ketika itu dia sedang didalam rumah. Namun tetap saja efek radiasi
Atomic Bomb mengenainya.
Ketika saya menanyakan mengapa beliau
begitu bersemangat menghadapi hidup, beliau sambil merurai air mata menjawab,
“Karena masih ada yang memperhatikan Saya, karena masih ada orang orang seperti
kalian yang peduli dengan sesama” Hati saya terketuk, bahkan beberapa teman
Saya yang berasal dari Jepang ada yang menangis. Kemudian salah seorang teman
Saya dari Jepang, Haruno, bertanya “Apakah nenek marah kepada Amerika?” Sang
Nenek menjawab., “Tidak, Saya tidak marah pada Amerika” Saya tidak tahu apakah
ini benar-benar jawaban murni dari hati yang paling dalam atau tidak. Namun
setidaknya saya mendapati bahwa Nenek ini ingin kita hidup damai tanpa
peperangan.
Pelajaran 4 – Kalau mau kaya, jangan
hidup di Jepang! (Melewati Fukuyama Station…)
Saya baru tahu kalau hidup di Jepang ini
sungguh keras… hehe.. mungkin bisa dibilang lebih keras dari hidup di Jakarta. Gimana
enggak? Semua apa yang kita lakukan benar-benar ketat diatur oleh pemerintahan
Jepang. Apanya yang diatur? Nih tak jabarin :
1. Pajak di Jepang tinggi! Sampai-sampai parker juga begitu, parker per 30 menit 300 yen! Aka 35ribu-an rupiah! Makanya mobil di Jepang sangat sedikit karena repot kalo mau dibawa kemana-mana, parkirnya cuy.. mahal! Haha..
2. Bisa kaya tapi pajak juga meningkat
Kalau kita mendapatkan peningkatan gaji
di Jepang maka segala hal akan ikut menyesuaikan alias ikut naik juga biayanya.
Gaji naik sama aja baiya sekolah anak naik, biaya pajak tempat tinggal naik
dll. Hmm.. kalau saya mikirnya mungkin karena inilah cukup banyak orang Jepang
yang tidak menikah… karena tanggungan biaya yang mahal. Alasan lainnya adalah
karena orang Jepang seperti tidak memiliki Tuhan, sehingga tidak ada tempat
menggantungkan harapan.
3. Kebutuhan sehari-hari mahal (melewati
Okayama Station)
Yups! Di Jepang, semua mahal… untuk
sekali makan yang biasa saja siapkanlah uang sekitar 200-350 yen aka 25rebu s.d
40rebu rupiah! Hehe.. untung saya membawa makanan dari Indonesia sehingga tidak
begitu menguras kantong dalam-dalam selain untuk transportasi yang BEUH!!
Mahalnya.
1 komentar:
Wahh, luar biasa haha..
Posting Komentar
Silakan berkomentar...