5 tahun yang lalu, tepatnya pada hari tanggal 26 Desember 2004, dunia dibuat tercengang dengan luluh lantaknya Nanggroe Aceh Darussalam, Srilanka, India, Malaysia, Thailand dan beberapa Negara yang berada di tepi samudera hindia, oleh terjangan tsunami. Serambi Mekah, Aceh, dibuat tak bernyawa. Sedikitnya 240.000 jiwa masyarakat Aceh telah tiada karena kejadian luar biasa ini. Tak pelak inilah bencana alam terbesar yang pernah terjadi di dunia.
Hari ini, Sabtu (26/12/2009), mari kita coba cerminkan diri kita dan juga keadaan bangsa kita atau minimal lingkungan/komunitas kita dengan kejadian tsunami di Aceh. Kita ketahui bahwa kejadian di Aceh bisa disebut sebuah peringatan atau azab. Dan saya mencoba mendifusikan keduanya dengan pengertian bahwa tsunami merupakan azab yang merupakan peringatan dan teguran dari Allah bagi masyarakat Aceh dan juga KITA, ya KITA. Oleh karena itu mungkin saya tidaklah salah jika mengajak kalian memfleksikan diri kalian saat ini ke diri kalian saat tsunami.
Idealnya saya seharusnya membandingkan Indonesia saat ini dengan Indonesia saat terjadi tsunami. Namun hal ini terlalu luas dan tidak mungkin saya membahasnya dalam 1 kali posting di blog ini. Saya lebih memilih hal terkecil namun insyaAllah bisa membantu kita semua merenung akan hal ini.
Mari kita renungkan dan kembali bertanya pada diri kita masing masing.
Apakah kita sudah lebih baik dari 5 tahun yang lalu?
Apakah kita sekarang adalah orang yang bersyukur?
Apakah kita sekarang adalah orang yang murah senyum?
Apakah kita sekarang adalah orang yang pemaaf?
Apakah kita sekarang adalah orang yang tak mudah marah?
Apakah masih ada shalat yang kita tinggalkan?
Apakah shalat kita tepat waktu?
Apakah shalat kita berjamaah dimasjid?
Apakah kita sekarang rajin bersedekah?
Apakah kita sekarang rajin mengaji?
Apakah kita sudah meminta maaf pada kedua orang tua kita akan kesalahan2 kita?
Apakah kita sudah berterimakasih kepada keduaorangtua kita?
Apakah kita sudah menunaikan kewajiban kita sebagai ciptaan Allah?
Jawab dengan jujur pada hati kita masing-masing.
Lalu jika belum,
Apakah wajar jika Allah terus menurunkan peringatan / azab kepada kita?
Apakah wajar jika Allah tidak mengabulkan do’a-do’a kita?
Apakah wajar jika Allah tidak memberi ketenangan pada hati kita?
Apakah wajar jika Allah membuat kita tetap miskin?
Apakah wajar jika Indonesia terus dilanda bencana?
Apakah wajar jika Allah terus menerus menegur kita?
Ya, Allah berikan hamba petunjuk-Mu
Tunjukilah kami jalan yang lurus
Jalan orang-orang yang Kau beri petunjuk
Mari kita sama-sama belajar dan berusaha merubah keadaan dan diri kita menjadi lebih baik lagi. Hari esok harus lebih baik!
-sebuah perenungan-
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar...